INFORMASI TERKINI

<<<KEMBALI

Air di Planet Merah

Wahana Odyssey

Wahana Odyssey/Ilustrasi: JPL/NASA

Perangkat spektrometer neutron di wahana antariksa Odyssey menangkap dan memetakan adanya unsur hidrogen di Planet Mars, beberapa bulan lalu. Berdasarkan data Odyssey, para ahli yakin bahwa Planet Merah ini menyimpan cadangan air dalam jumlah sukup besar.

Para ahli geologi Museum Smithsonian National Air and Space yang ikut meneliti penemuan itu memperkirakan, unsur hidrogen itu terdapat di sebuah bekas danau di dataran tinggi dan di sepanjang Ma'adim Vallis, lembah terbesar di planet itu. Para ahli memperkirakan luas danau itu hampir seluas wilayah gabungan antara negara bagian Texas dan New Mexico, atau hampir setengah luas Indonesia. Sementara alirannya di sepanjang Ma'adim Vallis diperkirakan mencapai 550 mil dengan kedalaman sekitar 6.900 kaki.

Mars sekarang ini merupakan planet yang terselimuti padang pasir dan bebatuan, serta bersuhu sangat dingin. Berdasar adanya lembah-lembah yang kering, para ahli memperkirakan, air sempat mengalir di atas permukaan planet. Hasil pantauan Odyssey mengungkap bukti-bukti adanya unsur air yang terjebak di permukaan planet di sekitar kutub. "Panjangnya yang mencapai lebih dari 1.400 mil seakan menunjukkan Mars lebih hangat dan basah dari yang diperkirakan sebelumnya," kata Robert Craddock, pakar geologi Center for Earth and Planetary Studies.

Mengomentari penemuan itu, asisten peneliti di Observatorium Bosscha di Lembang, Hendro Setyanto, mengemukakan bahwa penemuan es-air di planet Mars merupakan penemuan besar karena dapat membuka peluang sangat besar bagi eksplorasi tata surya berikutnya. Peluang besar lainnya juga terbuka bagi pewujudan impian manusia untuk membuat koloni di luar Bumi.

Lebih banyak hidrogen

Memperkaya wacana diskusi akan keberadaan air di Planet Mars, dalam sebuah konferensi pers, kepala peneliti hasil jepretan spektrometer Odyssey, Bill Feldman, menyibak data. Katanya, "Permukaan tanah Mars banyak mengandung hidrogen." Ia pun menambahkan, "Lokasinya berada di posisi lintang 60 derajat mendekati kutub selatan planet. Lokasi itu kira-kira mengandung 35 hingga 100 persen batu es yang terkubur di bawah lapisan tanah miskin hidrogen."

Feldman mengklaim, walau para ilmuwan tahu bahwa batu es terdapat di bawah permukaan wilayah itu, penemuannya merupakan yang pertama dalam hal menentukan jumlah kandungan air di Mars. Jumlahnya diperkirakan cukup untuk menunjang kehidupan manusia saat melakukan kegiatan eksplorasi di planet itu.

Peta dari spektrometer neutron menunjukkan bahwa wilayah luas yang terbentang dari kutub hingga sekitar 50 derajat dari khatulistiwa menyimpan cadangan hidrogen atau batu es. Permukaan ekspansinya yang berada di garis lintang bawah hingga tengah Mars juga menampakkan hal serupa. Atau, lebih mirip tempat cadangan unsur kimia dan atau fisika pendukung kebaraan air atau unsur pembentuknya, yakni hidrogen dan oksigen.

Data itu diperkuat oleh data simultan dari spektrometer sinar gamma Odyssey. Spektrometer neutron Odyssey mulai bekerja memetakan permukaan Mars sejak awal musim panas di selatan Mars hingga musim dingin di Utara. Selama itu, Odyssey juga menangkap citra akan adanya lapisan tipis karbondioksida atau es kering di sepanjang kutub utara dan selatan.

Selama musim dingin, karbondioksida menyelimuti wilayah dari kutub hingga 60 derajat dari ekuator karena es kering akan menetap di atmosfir ketika temperatur jatuh hingga minus 186 derajad Fahrenheit. Sementara itu, selama musim panas, lapisan karbondioksida di kutub utara menguap seluruhnya dan meninggalkan lapisan tipis di kutub selatan.

Keberhasilan pertama mengukur distribusi neutron di seluruh planet dilakukan menggunakan spektrometer neutron sejenis yang dipasang di Lunar Prospector. Perbandingan antara keduanya menunjukkan bahwa permukaan Mars mengandung lebih banyak hidrogen ketimbang permukaan bulan. Hanya saja, komentar Setyanto, penemuan tersebut mungkin belum mempunyai arti penting bagi Indonesia yang belum siap memanfaatkan temuan baru itu.

"Dalam hal eksplorasi luar angkasa, kita masih harus gigit jari melihat kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara maju. Padahal luar angkasa merupakan 'harta karun' yang harus kita ekplorasi,".